PANGKALPINANG, BABELREVIEW.CO.ID – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang menjadi cadangan mineral timah nomor dua di dunia, menjadikan komoditas timah sebagai tulang punggung dan pendorong pertumbuhan ekonomi.
Harga rata-rata timah dunia dari London Metal Exchange (LME) yang mengalami penurunan signifikan di tahun 2023 sebanyak 17,2 persen jika dibandingkan tahun 2022. Rata-rata tahun 2022 sebesar US$31.382, sedangkan tahun 2023 sebesar US$25.972.
Dekan Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Bangka Belitung (UBB) Devi Valeriani melihat, timah merupakan dominator terbesar dalam penentu fluktuasli pertumbuhan ekonomi Babel. Hal in terlihat dari sejarah pertumbuhan ekonomi, sedikit sentimen terhadap penurunan harga komoditas timah akan menimbulkan gelombang pertumbuhan ekonomi.
“Pertumbuhan ekonomi Babel hampir 80 persen masih didorong oleh konsumsi. Masyarakat yang bekerja secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas penambangan timah, pasti akan terdampak secara ekonomi,” kata Devi, Pangkalpinang, Jumat (19/1/2024).
Angka pertumbuhan ekonomi triwulan III 2023 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat perekonomian Babel tumbuh 4,01 % (yoy), hal ini menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,13 % (yoy).
“Tentunya penurunan harga tersebut akan memberikan dampak arus pendapatan yang diterima masyarakat yang berujung terhadap kemampuan konsumsi ataupun daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah,” jelas Devi.
Menurut Devi, pertumbuhan ekonomi Babel di triwulan III 2023 masih ditopang oleh lapangan usaha (LU) Konstruksi, LU Pertanian, dan LU Industri Pengolahan. Sementara sektor yang melemah dari turunya harga timah, antara lain perdagangan besar dan eceran, sektor pariwisata, sektor industri pengolahan dan dapat melebar ke sektor konstruksi serta pertanian dan perikanan.
“Dari sisi permintaan, perekonomian Babel ditopang oleh seluruh komponen pengeluaran yang tumbuh positif, kecuali komponen ekspor dan impor. Ekspor utama babel adalah 60 persennya komoditas timah, maka terlihat ketika ekspor timah mengalami penurunan juga akan memberikan perlambatan pada pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi agar perekonomian Babel tidak lagi bergantung dari komoditas timah, menurut Devi perlu adanya sumber pertumbuhan dari ekonomi baru yang memanfaatkan potensi alam lainnya, seperti sektor pariwisata.
“Pilihan saat ini sektor pariwisata menjadi andalan untuk pengembangan ekonomi daerah selanjutnya, dengan menyandang status sebagai wilayah kepulauan maka pemanfaatan Blue Economu sangat dimungkinkan.” ujar Devi.
Potensi laut yang mendominasi 2/3 wilayah dapat menjadi modal utama pengembangan sektor pariwisata. Pemerintah Daerah perlu menggiring seluruh instansi ke arah pengembangan Blue Economy.
“Dengan pengembangan dan upaya optimal, maka Babel akan menjadi wilayah yang tidak hanya berbasis komoditas tambang, namun telah bertransformasi ke sektor pariwisata, dengan harapan kontribusi sektor pariwisata meningkat terhadap pembentukan ekonomi Babel. jelasnya.