Desa Munggu Memelihara Tradisi Gotong Royong

Irwan
Desa Munggu Memelihara Tradisi Gotong Royong
Perangkat Desa Munggu

SUNGAISELAN, BABELREVIEW..CO.ID – Desa Munggu yang terletak di Kecamatan Sungaiselan, Kabupaten Bangka Tengah, sebagian besar wilayahnya adalah hutan produksi yang memiliki beragam potensi. Karena memiliki tanah yang subur, sejak dahulu banyak pendatang yang dari daerah lain, bahkan dari luar Pulau Bangka membuka lahan perkebunan. Hingga akhirnya banyak yang menetap, lalu terbentuk kelompok sosial masyarakat dengan mengedepankan gotong royong sebagai kearifan lokal.

Kepala Desa Munggu, Tamrin Aziz menjelaskan, Desa Munggu yang sebelumnya merupakan dusun bagian dari Desa Lampur memiliki semangat kuat untuk memekarkan wilayah, terlebih penduduk kian bertambah dan sudah seharusnya menjadi desa.

“Pada tahun 2000 Munggu menjadi desa persiapan saat itu saya menjadi sekertaris desa. Lalu pada 23 Februari 2003 dilakukan pengesahan menjadi desa definitif. Semangat ingin memekarkan wilayah karena waktu itu jumlah penduduk sudah layak menjadi desa,” jelas Tamrin.

Selain itu, dikatakan Tamrin, sejak dahulu warga Desa Munggu sudah terkenal dengan kearifan lokal yakni gotong royong yang sudah melekat kuat di masyarakat. Bahkan berdirinya masjid di Desa Munggu dibangun murni hasil gotong royong masyarakat.

“Juga di sini banyak warga pendatang, ada dari Bangka Selatan, Bangka Barat, Jawa dan lainnya. Makanya bahasa asli Desa Munggu ini binggung karena ada yang ka, ki, ko, semua campur banyak bahasanya,” ujarnya.

Tradisi gotong royong juga tercermin dalam menggarap perkebunan atau pertanian. Sebagai contoh, para petani membentuk kelompok-kelompok tani, misalnya ada 6 atau 7 orang membuat kelompok yang secara bergantian menggarap kebun milik masing-masing anggota.

“Jadi setiap Sabtu ke kebun ini, nanti Sabtu depan ke kebun ini, itu bergantian karena kalau digarap sendiri akan sangat berat. Karena umumnya masyarakat disini punya lahan perkebunan maka yang tadi tidak mampu akhirnya jadi mampu,” jelasnya.

Di masa pandemi Covid-19 ini, Tamrin mengatakan, bahwa sektor perkebunan dan pertanian merupakan sektor yang tidak terdampak secara ekonomi, padahal hamper seluruh sektor terdampak. Apalagi komoditi kelapa sawit yang mendominasi perkebunan di Desa Munggu memiliki harga yang cukup baik.

“Walau di masa pandemi Covid-19 ini namun perekonomian masyarakat di Desa Munggu tidak tergoncang karena masing-masing penduduk memiliki kebun. Di sini gapoktannya ada 1, kalau kelompok pertanian ada 13, tapi kalau kelompok petani gotong royong yang kecil-kecil itu ada banyak, rencananya kami akan data dan kami beri pembinaan agar semakin baik lagi,” katanya.

Petani di Desa Munggu sejak dahulu memiliki kebiasaan unik yang akhirnya menjadi tradisi dan setiap tahunnya digelar pesta adat. Tamrin menjelaskan, dahulu masyarakat memiliki kebiasaan berladang atau bahasa Bangka disebut behume. Sebelum menggarap kebun komoditi lain, seperti kelapa sawit, lada, karet dan lainnya, masyarakat terlebih dahulu menggarap padi ladang. Setelah panen, lalu ladang tersebut ditanami komoditi lainnya.

“Wilayah ini mayoritas perkebunan sawit, dulu masyarakat garap lahan pertamanya itu ditanami padi ladang makanya slogan kita behume yang memiliki arti berladang. Makanya setiap tahun ada pesta panen padi sedekah ngetem nujuh Jerami, tapi selama Covid-19 ini tidak digelar. Selain sawit juga ada sayur-sayuran atau tanaman holtikultura. Maka Desa Munggu terkenal dengan potensi pertanian,” ujarnya.

Dikatakan Tamrin, Desa Munggu memiliki sejumlah produk UMKM, seperti lada bubuk yang sudah memiliki sertifikat halal, kerajinan produk rotan dan kopi seroja yang merupakan unit usaha Hutan Desa. Produk kopi seroja yang menjadi produk asli desa bahkan harus mengirim bahan baku biji kopi dari Lampung karena banyaknya permintaan. Untuk itu, saat ini banyak masyarakat yang menanam kopi untuk memenuhi kebutuhan biji kopi.

“Kalau kopi seroja itu awalnya asli biji kopi dari sini tapi karena tidak cukup maka kirim kopi dari Lampung makanya setiap warga disini juga menanam kopi untuk memenuhi kebutuhan produksi kopi seroja. Kopi ini seperti herbal, artinya kalau kita minum kopi ini tidak membuat perut kembung atau asam lambung. Pengolahannya ada yang manual ditumbuk dan ada yang pakai mesin,” jelas Tamrin.

Untuk program desa, Tamrin menjelaskan, pihak Pemdes Munggu rencananya akan memusyawarahkan dengan tokoh-tokoh desa untuk menentukan program yang paling cocok dan dibutuhkan oleh masyarakat. Apalagi di saat pandemi Covid-19 ini sering terjadi perubahan peraturan penggunaan anggaran desa dari pemerintah pusat.

“Kalau di Desa Munggu ini karena potensinya adalah pertanian maka saya rasa yang paling cocok dengan masyarakat adalah pelatihan pertanian, seperti sawah ladang, holtikultura, karena petani ladang itu setiap tahun ada perayaan jadi mau dihidupkan lagi. Kalau untuk pembangunan fisik karena kami diarahkan untuk pencegahan stunting maka kami melakukan pemeliharaan, seperti pemeliharaan posyandu, alat-alat kesehatan dan pemelihataan Paud,” jelasnya. (BBR)

 

Laporan: Irwan