PANGKALPINANG, BABELREVIEW.CO.ID – Ketua DPRD Kepulauan Bangka Belitung Didit Srigusjaya mengungkapkan bahwa struktur Iuran Penyelenggaraan Pendidikan (IPP) saat ini masih mengambang dan memerlukan kejelasan format dari Gubernur sebelum dibahas lebih lanjut di DPRD.
“Struktur IPP ini jujur saja masih mengambang. Apa yang disampaikan oleh eksekutif, beberapa opsi kami merasa itu bukan sumber keputusan, itu hanya baru rancangan,” ujar Didit dalam wawancara hari ini, Rabu (28/5/2025).
Didit menjelaskan bahwa pihaknya telah memerintahkan Dinas Pendidikan dan MPS Dorat untuk berkomunikasi langsung dengan Gubernur guna mengetahui format yang diinginkan pimpinan daerah tersebut.
“Kita tidak boleh meninggalkan Perda, karena Perda itu belum dicabut. Artinya segala sesuatu harus berpatokan dengan peraturan daerah,” tegasnya.
Persoalan utama yang dihadapi adalah adanya kesenjangan anggaran pendidikan yang cukup besar. Dengan 53.000 siswa di Babel, biaya operasional per siswa SMK menurut standar nasional mencapai Rp 4,8 juta.
Sementara itu, dana BOS hanya mengalokasikan Rp 1,8 juta dan APBD sebesar Rp 2,6 juta per siswa.
“Kekurangan mencapai Rp 2,2 juta per siswa. Pertanyaannya, sanggup tidak APBD kita?” tanya Didit.
Ketua DPRD Babel ini mengungkapkan kekhawatiran terhadap kualitas pendidikan jika masalah pendanaan tidak segera diatasi.
“Saya tidak mau nanti anak-anak kita pada saat ikut OMPTN, mereka kalah bersaing dengan daerah lain karena masalah kualitas,” ujarnya.
Beberapa isu yang perlu mendapat perhatian serius antara lain persiapan menghadapi lonjakan calon siswa yang ingin masuk SMA dan SMK negeri, sementara kapasitas terbatas, tingginya keluhan orang tua terkait biaya seragam sekolah yang memberatkan, implementasi putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan sekolah negeri dan swasta sama-sama gratis.
Terkait kemampuan APBD, Didit menyampaikan bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga Mei 2025 baru mencapai 31 persen dari target Rp 700 miliar.
Namun, menurutnya masih ada waktu sekitar tujuh bulan untuk mencapai target tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Didit juga menyinggung persoalan status Kepulauan Tujuh yang masih menjadi sengketa antara Babel dan daerah lain.
“Bank APB tetap ngotot bahwa itu milik Babel, tapi sahabat kita di Kepulauan Tujuh mengatakan itu milik mereka. Kita serahkan kepada Biro Hukum dan Biro Pemerintahan untuk berdiskusi dengan Pusat,” jelasnya.
Didit menegaskan bahwa pihaknya menunggu kepastian dari pusat terkait status kepemilikan wilayah tersebut untuk menentukan langkah selanjutnya.







