Harga Rp 35 Ribu Perkilo, Cabe Jamu Makin Dilirik Petani

SUNGAILIAT, BABELREVIEW.CO.ID — Perkebunan cabe jamu atau ada yang menyebutnya cabe jawa di Bangka kini terus dilirik masyarakat untuk mendapatkan penghasilan lebih.
Apalagi harga komoditi bahan masakan dan bahan keperluan lainnya ini semakin bagus, termasuk untuk bahan industri makanan, minuman, pembuatan jamu dan produk kesehatan.
“Usaha cabe jamu kini terus dilirik petani di Bangka, potensi cabe jamu sekarang cukup bagus dengan harga sebelumnya Rp 25.000 per kg kini menjadi Rp 35.000 per kg (kering patah tanpa tangka dan dicelor), bahkan soal harga bisa kami naikkan, kalau barangnya banyak karena saat ini banyak dibutuhkan pasokannya lebih utama untuk keperluan ekspor sehingga potensi tanaman cabe jamu ini cukup bagus,” ujar Sonny, Petani dan pengumpul cabe jamu di bangka kepadababelreview.co.id, Sabtu (24/4/2021).
Ia yang bertanam sebanyak 600 batang ini cabe jamu ini seiring dengan mulai banyaknya petani tanaman ini pada dua tahun terakhir.
Apalagi tanaman ini bisa dipanen setiap bulannya dengan kebutuhan lokal lebih banyak untuk keperluan masak dan pembuatan jamu, sehingga orang mulai menanamnya karena potensinya tak kalah dengan lada.
Apalagi cabe jamu bisa berbuah terus sepanjang tahunnya, sehingga akan memberikan penghasilan cukup lumayan bagi petani yang menekuni tanaman penghasil rempah ini.
“Keperluan cabe jamu banyak untuk keperluan ekspor untuk ke India dan Cina untuk keperluan bahan pemanas ataupun minuman. Namun sebelumnya kalau orang belum sepenuhnya yakin dengan cabe jamu tapi kini setelah melihat hasilnya sudah ada sejumlah orang di daerah ini yang menanam dan berhasil panen sehingga bisa memasoknya ke kami sebagai pengumpul,” terangnya.
Ia menambahkan, tanaman cabe jamu yang masih berkerabat dekat dengan tanaman lada ini sebaiknya lebih ditanam dengan menggunakan junjung hidup agar ada peneduhnya, dengan mendapat sinar matahari 30 persen sehingga perawatan tanaman yang dikenal juga dengan nama cabe jawa ini cukup mudah dengan daya adaptasi cukup tinggi. (BBR)
Laporan: Pras
Editor: Irwan