Jurus Silat Anggaran: “Ketika Manajemen Strategik Harus Bermain Lincah di Arena Penghematan 306 Triliun”

BABELREVIEW.CO.ID – Bagaikan pesilat yang harus gesit menghindar sambil menyerang, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kini menunjukkan jurus andalannya dalam arena fiskal. Melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, strategi efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun telah diluncurkan sebagai langkah berani untuk menata ulang belanja negara. Layaknya gerakan pencak silat yang membutuhkan keseimbangan dan ketepatan, kebijakan ini menuntut kecermatan dalam memangkas anggaran tanpa mengorbankan layanan publik esensial dan program prioritas nasional.

Penghematan anggaran sebesar Rp 306,69 triliun bukan angka kecil. Jumlah tersebut terdiri dari Rp 256,1 triliun pemangkasan dari anggaran kementerian/lembaga (K/L) dan Rp 50,6 triliun dari penyesuaian transfer ke daerah. Presiden Prabowo bahkan menyebut dalam forum internasional bahwa penghematan mencapai US$ 20 miliar (sekitar Rp 327 triliun), yang setara dengan 10% dari anggaran tahunan Indonesia.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa kebijakan ini menekankan agar seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk “mengencangkan ikat pinggang” dan lebih selektif menggunakan anggaran negara. Anggaran harus dioptimalkan untuk kegiatan-kegiatan produktif dengan dampak langsung ke masyarakat. Ini seperti jurus dasar pencak silat yang mengajarkan untuk menghindari gerakan berlebihan dan mengutamakan efisiensi tenaga.

Kementerian Kesehatan telah merespons cepat dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/A/548/2025 yang menetapkan strategi pengendalian belanja, termasuk pembatasan biaya operasional dengan mengurangi anggaran minimal 50% untuk kebutuhan seperti alat tulis kantor, barang cetak, listrik, air, dan pemeliharaan gedung. Inilah implementasi jurus “tangkisan kelit bawah” dalam manajemen anggaran publik.

Ibarat seorang pesilat yang harus mengalirkan energinya ke sasaran yang tepat, pemerintah kini dihadapkan pada tantangan mengalokasikan hasil penghematan Rp 306,69 triliun ini secara strategis. Menurut pejabat pemerintah, dana tersebut akan digunakan untuk membiayai program-program prioritas, salah satunya Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah dimulai pada 6 Januari 2025.

 

Namun, layaknya jurus pencak silat yang membutuhkan keseimbangan, alokasi anggaran ini harus dipikirkan secara matang. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memperingatkan bahwa mengalokasikan seluruh penghematan untuk program MBG dengan pendekatan universal coverage dapat menimbulkan risiko krisis fiskal baru. Mereka merekomendasikan pendekatan targeted approach yang hanya membutuhkan Rp 117,93 triliun per tahun, jauh lebih hemat dibandingkan perkiraan pemerintah yang mencapai Rp 400 triliun.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky juga memberikan pandangan bahwa tidak seharusnya seluruh penghematan dialokasikan untuk program MBG, mengingat target pendapatan negara tahun ini berpotensi tidak mencapai target. Ia menyarankan bahwa dari Rp 306,69 triliun, sekitar Rp 150 triliun dapat dialokasikan untuk MBG dan program prioritas lainnya, Rp 50 triliun untuk tambahan belanja K/L baru, dan sisanya Rp 100 triliun digunakan untuk mencegah defisit yang lebih lebar.

Jurus Taktis Manajemen Anggaran

Seperti pesilat yang harus menguasai beragam jurus, pemerintah perlu menerapkan strategi komprehensif dalam mengimplementasikan kebijakan efisiensi anggaran. KPPN Tanjung telah memaparkan langkah-langkah strategis untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan anggaran tahun 2025, yang mencakup peningkatan kualitas perencanaan, peningkatan kedisiplinan dalam melaksanakan rencana kegiatan, akselerasi pelaksanaan program, dan percepatan pengadaan barang/jasa. Perencanaan yang berkualitas mencakup penyelarasan anggaran dengan prioritas nasional serta pengurangan risiko deviasi antara rencana dan realisasi. Ini seperti jurus “pasang kuda-kuda” yang menjadi fondasi gerakan silat selanjutnya. Tanpa perencanaan yang matang, efisiensi anggaran hanyalah pemangkasan tanpa arah.

Pemerintah juga mendorong percepatan pelaksanaan program atau proyek, terutama yang berdampak besar pada masyarakat dan pembangunan. Ini mirip dengan teknik “sapuan rebah” dalam pencak silat yang mengutamakan kecepatan dan ketepatan untuk mencapai sasaran.

Menekankan Keseimbangan dalam Gerak Fiskal

Efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun adalah langkah berani yang layak diapresiasi. Namun, seperti seorang pesilat handal tidak hanya mengandalkan kekuatan tetapi juga keseimbangan dan strategi, pemerintah perlu memastikan bahwa penghematan ini tidak mengorbankan momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Indonesia saat ini menghadapi tantangan ekonomi yang tidak ringan, dengan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III-2024 turun menjadi 4,95 persen. Di tengah kondisi ini, pengalokasian hasil efisiensi anggaran harus dilakukan dengan cermat untuk mendorong program-program yang benar-benar produktif dan memberikan multiplier effect yang besar bagi perekonomian.

Jurus silat anggaran yang dilakukan pemerintah harus diimbangi dengan transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang jelas tentang dari mana anggaran dipangkas dan ke mana hasil penghematan dialokasikan. Hanya dengan cara ini, kebijakan efisiensi anggaran dapat memenangkan dukungan publik dan mencapai tujuan besarnya: menciptakan keuangan negara yang sehat dan mendukung kesejahteraan rakyat.

Pada ujungnya, kelincahan dan ketepatan dalam mengelola penghematan Rp 306,69 triliun akan menentukan apakah jurus silat anggaran ini berhasil mengantarkan Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan kesejahteraan yang lebih merata, atau justru menjadi pukulan bagi daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi. Saatnya pemerintah menunjukkan bahwa mereka adalah pesilat ulung dalam arena keuangan negara.

Junaidi Burdadi
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Bangka Belitung

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *