BABELREVIEW.CO.ID – Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang pemangkasan anggaran instansi pemerintah menjadi keputusan yang menimbulkan banyak perdebatan. Semangat efisiensi yang digaungkan pemerintah memang penting, namun timbul pertanyaan mendasar: apakah pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) akan menjadi korban dari kebijakan penghematan yang tengah diterapkan?
Gunting anggaran bukan istilah baru dalam kebijakan pemerintah Indonesia. Jika menengok sejarah, kita pernah mengenal “Gunting Syafruddin”, kebijakan moneter yang diterapkan pada tahun 1950 oleh Syafruddin Prawiranegara saat menjabat sebagai Menteri Keuangan. Saat itu, kebijakan tersebut memotong nilai nominal mata uang hingga setengahnya untuk mengatasi krisis ekonomi pasca-kemerdekaan.
Kini, analogi “gunting” kembali digunakan dalam konteks berbeda. Melalui Inpres No. 1 Tahun 2025, pemerintah menekankan pentingnya pemangkasan anggaran untuk mengatasi defisit dan inefisiensi pada berbagai instansi pemerintah. Beberapa kementerian telah merespon positif, seperti Kementerian PANRB yang memangkas anggarannya hingga 55,77% atau senilai Rp219,19 miliar. Sedangkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga telah memangkas anggaran belanja senilai Rp285,29 miliar atau setara 35,73% dari pagu belanja yang ditetapkan.
Kebijakan ini sebenarnya memiliki dasar yang kuat. Jika dicermati, masih banyak anggaran yang dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan tidak menyentuh kepentingan rakyat luas. Bentuk pemborosan seperti anggaran perjalanan dinas, anggaran rapat di hotel, anggaran seremonial, anggaran rumah tangga pejabat pemerintah, dan anggaran pesta sebenarnya tidak perlu dianggarkan secara berlebihan.
Dampak “Gunting Anggaran” Terhadap Pengembangan SDM, pertanyaannya, apakah kebijakan pemangkasan anggaran yang sedang dilakukan akan memberi dampak positif secara keseluruhan? Ataukah justru akan berimbas negatif terhadap pengembangan SDM Indonesia? Fatkur Huda, Dosen Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Surabaya, mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran pemerintah sebesar Rp306,6 triliun berpotensi membawa dampak negatif yang luas, termasuk terhadap pertumbuhan ekonomi, pembangunan SDM, dan kesejahteraan masyarakat.
Pemotongan anggaran di sektor pendidikan, misalnya pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, dapat menghambat pengembangan SDM karena dana beasiswa, pelatihan guru, hingga riset berpotensi mengalami pengurangan. Kondisi ini dapat memperlebar kesenjangan akses pendidikan, terutama bagi masyarakat kurang mampu. Melemahnya ekosistem riset dan inovasi akibat pemangkasan anggaran juga dapat memperlambat perkembangan teknologi dalam negeri. Pada akhirnya, hal ini berpotensi menurunkan daya saing Indonesia di tingkat global, justru di saat negara-negara lain menginvestasikan lebih banyak sumber daya untuk pengembangan SDM mereka.
Jika kita melihat pengalaman daerah seperti Kabupaten Pemalang, terbukti bahwa investasi terhadap pengembangan ekonomi dan SDM telah memberikan hasil yang positif. Data menunjukkan bahwa pendapatan per kapita Kabupaten Pemalang pada tahun 2017 mencapai Rp16.850.209,01, meningkat dibandingkan dengan tahun 2016 yang sebesar Rp15.545.239,43 atau meningkat sebesar 8,39%. Peningkatan ini tidak terjadi begitu saja, melainkan hasil dari kebijakan investasi di berbagai sektor termasuk pengembangan SDM. Namun demikian, proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pendapatan daerah masih berkisar 11-12 persen dari keseluruhan pendapatan dalam APBD, yang menunjukkan ketergantungan besar pada Pemerintah Pusat. Ini menjadi indikasi bahwa pemangkasan anggaran dari pusat dapat berdampak signifikan terhadap kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan.
Dampak Pemangkasan Infrastruktur pada Ekonomi
Pemangkasan anggaran infrastruktur juga dapat memperlambat pembangunan dan pemeliharaan fasilitas publik. Hal ini akan berdampak langsung pada sektor konstruksi dan tenaga kerja. Ribuan pekerja di proyek-proyek yang terdampak berisiko kehilangan pekerjaan. Lebih lanjut, dunia usaha juga tidak luput dari dampak kebijakan tersebut. Investor bisa kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi jika pemotongan anggaran tidak disertai strategi yang jelas. Pemangkasan besar ini juga berisiko mengurangi kualitas layanan publik.
Tantangan utama dalam kebijakan pemangkasan anggaran adalah menemukan keseimbangan antara efisiensi dan investasi. Di satu sisi, pemerintah perlu mengatasi inefisiensi dan pemborosan anggaran. Di sisi lain, investasi pada SDM tidak boleh dikurangi karena merupakan kunci pembangunan jangka panjang. Gunting anggaran yang diasah untuk memangkas pemborosan harus tajam dan tepat sasaran. Jika tidak tepat, maka efektivitas Inpres Nomor 1 Tahun 2025 hanya seperti macan ompong – mengaum tanpa mampu menerkam sasarannya dengan tepat.
E-Budgeting: Solusi Transparansi dan Efisiensi
Penerapan sistem e-Budgeting dalam penyusunan anggaran bisa menjadi solusi efektif untuk mengelola anggaran dan memonitor masalah yang timbul. Sistem ini dapat membantu mendeteksi anggaran siluman yang disusupkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Penerapan e-Budgeting juga dapat menjadikan proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran lebih transparan, cepat, dan termonitor secara real-time. Saat ini, banyak daerah masih menggunakan sistem manual yang rentan terhadap manipulasi dan kurang transparan.
Integrasi sistem e-Budgeting dengan e-Procurement (pengadaan elektronik) dan e-Sourcing (katalog elektronik sebagai acuan standar teknis barang/jasa) dapat semakin mengoptimalkan penggunaan anggaran dan mencegah berbagai bentuk korupsi seperti penggelembungan harga dan manipulasi spesifikasi barang.
Haruskah SDM Menjadi Tumbal?
Jawaban dari pertanyaan pada judul tulisan ini seharusnya jelas “Tidak”, SDM tidak boleh menjadi tumbal dari kebijakan pemangkasan anggaran. Justru sebaliknya, pengembangan SDM harus menjadi prioritas karena merupakan investasi jangka panjang yang akan menentukan masa depan bangsa.
Pemangkasan anggaran seharusnya diarahkan pada pos-pos yang benar-benar boros dan tidak produktif, seperti:
- Perjalanan dinas yang tidak perlu
- Rapat-rapat di hotel mewah
- Acara seremonial yang berlebihan
- Fasilitas mewah untuk pejabat
- Proyek-proyek yang tidak berdampak langsung pada masyarakat
Sementara itu, anggaran untuk pendidikan, kesehatan, riset, dan pengembangan SDM justru perlu ditingkatkan atau minimal dipertahankan. Pemangkasan anggaran tanpa strategi yang jelas dan tepat sasaran berisiko mengorbankan masa depan bangsa demi penghematan jangka pendek.
Kebijakan pemangkasan anggaran memang diperlukan untuk menjaga kesehatan fiskal negara, namun harus dilakukan dengan bijak dan strategis. Gunting anggaran harus diasah untuk memotong inefisiensi dan pemborosan, bukan untuk memangkas investasi pada SDM yang merupakan aset terpenting bangsa.
Pemerintah perlu menerapkan sistem yang lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran, seperti e-Budgeting dan e-Procurement. Dengan teknologi dan reformasi birokrasi, efisiensi anggaran dapat dicapai tanpa mengorbankan kualitas pelayanan publik dan pengembangan SDM.
Pada akhirnya, keseimbangan antara efisiensi anggaran dan investasi SDM harus menjadi prinsip utama dalam setiap kebijakan fiskal. Karena bagaimanapun juga, masa depan bangsa Indonesia bergantung pada kualitas SDM-nya, bukan pada seberapa besar penghematan anggaran yang dilakukan hari ini.
Junaidi Burdadi
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Bangka Belitung