Mahasiswa Agribisnis UBB Tingkatkan Minat Petani Desa Labu Gunakan Pupuk Kompos Organik

Irwan
Mahasiswa Agribisnis UBB Tingkatkan Minat Petani Desa Labu Gunakan Pupuk Kompos Organik

PUDING BESAR, BABELREVIEW.CO.ID --  Sebanyak sembilan mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung (UBB), Jumat (3/11/2023) pagi, melaksanakan penyuluhan tentang pembuatan pupuk kompos berbahan organik kepada petani di Desa Labu  Kecamatan Puding Besar, Bangka.

Ketua Kelompok Penyuluhan Agribisnis Harun Rosit mengemukakan kegiatan ini merupakan bagian  dari pembelajaran team based project untuk   matakuliah penyuluhan pertanian. Matakuliah berbobot tiga satuan  kredit semester (sks) ini diampu oleh Dr Fournita Agustina S.P. M.Si, Yulia, S.Pt., M.Si dan Ir Eddy Jajang Jaya Atmaja MM.

“Antusias petani sangat tinggi. Mereka mengaku senang karena mendapat informasi baru cara membuat  kompos berbahan organik. Apalagi bahan utamanya di desa ini  sangat berlimpah, seperti tandan kosong sawit dan kotoran sapi,” ujar Harun Rosit, yang didampingi Awaluddin sebagai pemberi materi penyuluhan.

Penyuluhan cara membuat pupuk kompos organik ini  dilaksanakan di Kantor Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sedikitnya 25 petani  hadir,  didampingi  Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) ‘Labu Maju Bersama’ Kandar dan Kepala Desa Labu, Muslim.

Dalam penyuluhan tersebut, Awaludin dan Harun Rosit secara panjang-lebar memaparkan cara memproduksi pupuk kompos organik. Bahan yang digunakan di antaranya limbah sawit seperti tandan kosong dan fiber sawit, kotoran hewan (kohe), fermentasi ikan, molase,  dan kapur  pertanian.

“Semua petani di  sini bisa membuat pupuk kompos organik. Selain mudah membuatnya, bahan baku pupuk organik pun mudah diperoleh.   Petani bisa menghemat biaya pemupukan, karena mampu memproduksi pupuk kompos organik sendiri,” tukas Harun, mahasiswa Agribisnis semester lima.

Langkah pertama membuat pupuk kompos berbahan organik menurut Harun adalah mencampur semua bahan di sebuah wadah. Setiap minggu sekali bahan kompos diaduk hingga merata.

Selama tiga hingga satu bulan, bahan kompos yang difermentasi disiram   menggunakan air limbah ikan. Setelah pupuk kompos organik ‘matang’,  didiamkan hingga suhu turun dan menjadi dingin. Setelah itu baru  dikemas dalam karung ukuran lima hingga 10 kilogram.

“Ini penting diketahui, sebab kalau suhu kompos organik masih tinggi langsung digunakan kepada tanaman, tanaman bisa mati,” ujar Harun, dalam penyuluhan yang dimoderatori oleh Fitri Adelia.

Menjawab pertanyaan salah seorang petani yang hadir,  Awaluddin yang mendampingi Harun mengemukakan tempo menghasilkan pupuk itu  sekitar satu hingga dua bulan.

Ciri pupuk sudah matang dan bisa digunakan, di antaranya warna yang berubah menjadi hitam, aroma tapai, dan suhu fermentasi tidak lagi panas.

Dikemukakan Awaluddin pupuk kompos organik memiliki banyak kelebihan.  Di samping mengandung unsur hara makro, seperti Nitrogen (N) lebih dari 1,5 persen, sementara kandungan Fosfat satu persen, dan Kalium Clorida (KCl) 1,5 persen, penggunaan pupuk kompos justeru  memperbaiki struktur tanah.

“Kelebihan lainnya, jika ditaburkan di tanah selama enam bulan, unsur hara yang terkandung dipupuk tidak hilang. Bahkan, kalau pun digunakan melebihi takaran yang ditentukan, tanaman tidak akan mati,” ujar Awalludin.

Menanggapi penyuluhan yang dilaksanakan oleh mahasiswa Agribisnis UBB, Kepala Desa Labu Muslim mengungkapkan kegembiraannya. Sebab edukasi teknis membuat pupuk kompos organik ini, sangat bermanfaat bagi kelanjutan usahatani petani. Ada alternatif pupuk yang mudah diproduksi oleh petani sendiri.

Sebagian besar dari penduduk di Desa Labu berprofesi sebagai petani.  Kebanyakan dari mereka bercocok tanam sawit dan karet. Di desa yang jaraknya kurang-lebih 30 km dari Kota Pangkalpiang, ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, ini beroperasi perkebunan sawit PT  MAS (Mitra Agro Sembada).

Sebelumnya Fournita Agustina, sebagai salah seorang dosen pendamping pada kegiatan penyuluhan ini, menjelaskan  bahwa  kegiatan penyuluhan merupakan bagian pemberlajatan team based project dari mata kuliah penyuluhan pertanian. 

“Team based project merupakan salah satu metode pembelajaran baru bagi mahasiswa.  Dalam konteks ini, mahasiswa turun langsung  ke lapangan dan berinteraksi dengan masyarakat,” tukas Fournita yang juga Ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) UBB. (*/BBR)


Penulis: Eddy Jajang J Atmaja