Pencemaran Tak Henti Terulang, Bukti Lemahnya Pengawasan Lingkungan di Industri Tekstil

BABELREVIEW.CO.ID – Tidak henti-hentinya terjadinya kasus pencemaran lingkungan, di mana kasus ini terjadi lagi oleh PT Biporin Agung di Cikupa, Kabupaten Tangerang, hal ini menjadi salah satu lemahnya pengawasan lingkungan khususnya dalam sektor industri tekstil. Limbah cair berwarna mencolok dengan kadar Biological Oxygen Demand (BOD) dan sulfur yang melebihi ambang batas serta adanya timbunan batubara di ruang terbuka yang mengandung logam berat hal ini mengindikasikan suatu pelanggaran nyata terhadap hukum lingkungan.
Berdasarkan pasal 20 ayat (1) dan (3) UU No. 32 Tahun 2009, menjelaskan suatu pencemaran lingkungan diukur melalui baku mutu dan pembangunan limbah hanya diperbolehkan bila memenuhi baku mutu dan mendapatkan izin resmi. Dalam hal ini, PT Biporin Agung di mana juga melakukan dumping limbah berbahaya tanpa izin sebagaimana dilarang dalam pasal 60.

Pelanggaran seperti ini jelas bertentangan dengan pasal yang secara tegas melarang perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau pembuangan limbah ke lingkungan. Di mana limbah berbahaya ini dibuang ke sungai di mana banyak-banyak ekosistem dan hewan-hewan air terkena dampak oleh limbah tersebut, tanpa pengolahan. Dalam konteks ini PT tersebut diduga tidak hanya melanggar kewajiban pengelolaan limbah tetapi juga membahayakan lingkungan sekitar dan masyarakat.

Hal ini berulangnya kasus pencemaran di sektor industri tekstil yang di mana terjadinya selama bertahun-tahun seharusnya menjadi suatu alarm penting dalam pengawasan dan penegakan hukum lingkungan. Di mana pengawasan penegakannya masih jauh dari optimal banyak perusahaan yang masih menganggap pengelolaan limbah sebagai beban tambahan, bukan tanggung jawab moral dan hukum. Hal ini masih diperparah oleh lamanya koordinasi antar-lembaga pengawasan dan minimnya transparasi dalam laporan emisi dan limbah industri.

Seharusnya pemerintah dengan melalui KLHK dan instansi daerah, seharusnya memperkuat sistem audit lingkungan yang rutin dan tak bisa dimanipulasi. Serta dibutuhkan transparasi data hasil uji laboratorium dan keterlibatan masyarakat dalam pemantauan lingkungan sekitar industri, agar kasus pencemaran lingkungan ini tidak terulang lagi dan memberikan sanksi yang sangat tegas terhadap pelaku-pelaku yang melakukan tindakan tersebut.

Masyarakat juga harus dilibatkan aktif dalam pengawasan jika ada tindakan yang merusak lingkungan di daerah masing-masing segera melaporkan pada pihak berwenang. Pemerintah tidak boleh lagi menunggu bencana terjadi untuk bertindak. Penegakan hukum yang konsisten dan penguasaan yang kuat adalah satu-satunya jalan untuk menghentikan pencemaran yang terus-menerus untuk mengorbankan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat.

Lingkungan hidup bukan tempat pembuangan dan masyarakat bukan korban abadi dari keserakahan industri, pemerintah tidak boleh hanya hadir setelah timbal mencemari dan sungai menghitam. Penegakan hukum harus cepat, pengawasan harus menyeluruh, dan partisipasi publik harus dijamin.

Kalau tidak sekarang memperbaiki, maka kita hanya menunggu waktu sampai sungai-sungai kita menjadi kuburan bahan kimia dan udara kita jadi warisan beracun bagi generasi berikutnya.

Ayo… Menjaga lingkungan yang bersih aman dan nyaman untuk generasi yang akan datang!!!

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *