BABELREVIEW.CO.ID – Pencemaran lingkungan yang dilakukan PT Rayon Utama Makmur (PT RUM) di Sukoharjo, Jawa Tengah, adalah contoh nyata lemahnya penegakan hukum lingkungan di Indonesia. PT RUM, pabrik penghasil serat rayon, diketahui membuang limbah cair ke Sungai Bengawan Solo. Tidak hanya mencemari air sungai, PT RUM juga mengeluarkan bau busuk yang menyengat hingga mengganggu warga sekitar. Warga menjadi sesak napas, pusing, mual, dan banyak yang mengalami masalah kulit karena bau tidak sedap yang berasal dari pabrik. Dan juga, air sungai menjadi tercemar dan tidak bisa lagi digunakan oleh warga.
Kasus ini muncul pada awal tahun 2018. Warga sudah tidak tahan dengan pencemaran tersebut, sehingga mereka melakukan demo besar-besaran. Mereka menuntut agar pabrik segera ditutup, karena sudah jelas merugikan masyarakat. Akhirnya, Bupati Sukoharjo mengeluarkan surat penghentian sementara kegiatan PT RUM. Setelah beberapa bulan, PT RUM kembali beroperasi seperti biasa. Tidak ada sanksi pidana yang dijatuhkan kepada perusahaan, meskipun dampak pencemaran tersebut begitu besar bagi warga.
Dari kasus PT RUM, kita belajar bahwa meskipun aturan hukum lingkungan di Indonesia sudah ada dan cukup kuat, namun kenyataannya belum diterapkan secara tegas. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), jelas diatur bahwa pencemaran lingkungan adalah tindak pidana. Pasal 98 UU PPLH menyebutkan, bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencemari lingkungan hingga merugikan masyarakat, bisa dipenjara 3 sampai 10 tahun dan didenda sampai 10 miliar rupiah. Jika pencemaran itu terjadi tanpa kesengajaan, perusahaan tetap bisa dihukum berdasarkan pasal 99 UU PPLH. Perusahaan tidak bisa beralasan bahwa mereka tidak sengaja mencemari lingkungan. Kalau sudah terbukti ada pencemaran dan dampaknya, maka perusahaan wajib bertanggung jawab.
Sayangnya, hukuman ini jarang sekali benar-benar dijalankan di Indonesia. Banyak kasus pencemaran lingkungan yang hanya diselesaikan dengan sanksi administratif, seperti penghentian sementara atau denda yang sangat ringan. Padahal, kalau tidak ada hukuman yang tegas, perusahaan akan terus merasa aman mencemari lingkungan. Akibatnya, warga yang menjadi korban, sementara perusahaan tidak jera dan tetap melakukan pelanggaran.
Dalam kasus PT RUM, menunjukkan bagaimana hak masyarakat sering diabaikan. Dalam UU PPLH, masyarakat punya hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Mereka juga punya hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana pengelolaan limbah perusahaan yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Namun, dalam kasus PT RUM, warga tidak diberi informasi yang cukup soal pengelolaan limbah. Ketika pencemaran terjadi, keluhan warga pun tidak langsung ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Setelah demo besar-besaran, pemerintah baru mengambil tindakan. Inilah yang menunjukkan bahwa aspirasi masyarakat sering kali dianggap remeh, padahal mereka yang paling merasakan dampak langsung.
Menurut saya, saatnya hukum lingkungan di Indonesia ditegakkan dengan tegas. Pemerintah tidak boleh ragu untuk memberikan hukuman berat kepada perusahaan yang mencemari lingkungan. Bukan hanya sanksi administratif, tapi juga sanksi pidana. Kalau perusahaan yang mencemari lingkungan hanya diberi denda atau teguran, mereka akan tetap merasa aman. Yang harus dilakukan adalah menindak tegas dengan hukuman penjara dan denda besar, supaya ada efek jera.
Selain itu, pengawasan terhadap perusahaan yang kemungkinan akan mencemari lingkungan juga harus diperketat. Pemerintah daerah dan pusat juga harus aktif melakukan inspeksi ke pabrik-pabrik, terutama yang menghasilkan limbah berbahaya. Jangan menunggu ada pencemaran dulu, baru bertindak. Lebih baik mencegah daripada memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi.
Masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengawasan lingkungan. Mereka berhak diberikan kesempatan untuk mengawasi dan menyampaikan keluhan, serta mendapatkan informasi yang jelas tentang kegiatan industri di sekitar mereka. Pemerintah juga harus melibatkan warga dalam setiap pengambilan keputusan yang berdampak pada lingkungan mereka.
Menjaga lingkungan bukan hanya melindungi alam, tapi juga melindungi kesehatan, hak, dan masa depan kita semua. Kalau kita terus membiarkan pencemaran terjadi tanpa ada tindakan tegas, yang rugi bukan hanya kita yang hidup sekarang, tapi juga anak cucu kita nanti. Kita harus ingat bahwa bumi ini bukan hanya milik kita, tapi juga milik generasi mendatang.
Berdasarkan kasus PT RUM, kita tidak boleh lagi menoleransi pencemaran lingkungan. Pemerintah harus tegas, hukum harus ditegakkan, dan perusahaan pencemar harus dihukum berat. Kita semua berhak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan aman. Sudah waktunya hukum lingkungan di Indonesia benar-benar dijalankan, bukan hanya jadi pajangan.







